Rabu, 05 September 2012

LANDASAN, AZAS-AZAS PENDIDIKAN DAN PENERAPANNYA

LANDASAN, AZAS-AZAS PENDIDIKAN
DAN PENERAPANNYA

Tujuan Khusus Pengajaran (TKP)
Setelah mempelajari Bab IV anda diharapkan:
  1. Dapat menjelaskan 3 penggolongan aliran filsafat utama yang menjadi landasan filosofis pendidikan;
  2. Dapat menjelaskan 3 macam penggolongan kehidupan bermasyarakat yang dapat dijadikan landasan sosiologis pendidikan;
  3. Dapat menjelaskan pengertian kebudayaan dari berbagai dimensi;
  4. Dapat menjelaskan hukum-hukum dasar peserta didik;
  5. Dapat menjelaskan pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pendidikan;
  6. Dapat menjelaskan pengertian belajar seumur hidup;
  7. Dapat menjelaskan alasan belajar seumur hidup;
  8. Dapat menjelaskan lembaga penanggung jawab belajar seumur hidup;
  9. Dapat menjelaskan asas Tut Wuri Handayani;
  10. Dapat menerapkan asas Tut Wuri Handayani dalam pendidikan;
  11. Dapat menerapkan masing-masing landasan dan asas dalam praktik pendidikan;
  12. Dapat memberi contoh penerapan asas Tut Wuri Handayani dalam kaitan pendidikan;
12.1.  Pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan yang luar biasa;
12.2.  Pendidikan bagi peserta didik yang memiliki penyimpangan fisik dan mental;
  1. Dapat memberi contoh penerapan asas Tut Wuri Handayani dalam kaitan pendidikan;
13.1.  Pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil;
13.2.  Pendidikan bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu;
  1. Dapat memberi contoh usaha perangkat pemerintah non departemen pendidikan dan kebudayaan:
14.1.  Dalam meningkatkan kemampuan dasar yang memadai bagi peserta didik agar mampu menjadi seorang insan yang mandiri;
14.2.  Dalam meningkatkan sumber penghasilan keluarga dan hidup bermasyarakat secara berbudaya;
  1. Dapat memecahkan permasalahan yang menjadi kendala pencapaian tujuan pendidikan;
  2. Dapat menjelaskan pemecahan masalah berdasarkan nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

LANDASAN PENDIDIKAN
Sebelum kita membicarakan tentang landasan-landasan pendidikan yang dianut oleh suatu bangsa, maka terlebih dahulu kita harus mempunyai kesatuan pendapat tentang arti landasan pendidikan. Landasan pendidikan merupakan norma dasar pendidikan yang bersifat imperatif; artinya mengikat dan mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan untuk setia melaksanakan dan mengembangkan berdasarkan landasan pendidikan yang dianut.
Umumnya ada lima landasan pendidikan utama yang menjadi norma dasar pendidikan, yakni: (1) Landasan Filosofis Pendidikan, (2) Landasan Sosiologis Pendidikan, (3) Landasan Kultural Pendidikan, (4) Landasan Psikologis Pendidikan, (5) Landasan Ilmiah dan Teknologi.
Landasan Filosofis Pendidikan
            Ada aliran utama filsafat di dunia sampai sekarang (Laboratorium Pancasila IKIP MALANG, hal.14):
Materialisme: mengajarkan bahwa hakikat realitas semesta, termasuk mahluk hidup, manusia, hakikatnya ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi dan terikat oleh hukum alat: sebab akibat yang bersifat obyektif.
Idealisme/Spiritualisme: mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia, subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan semesta, karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Hakikat diri adalah akal dan budi (ide, spirit).
Realisme: mengajarkan bahwa materialisme dan idealisme tidak sesuai dengan kenyataan: tidak realistis.
Realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukan materi semata-mata. Realita adalah perpaduan materi dan non materi (spiritual, ide, rohani); terutama pada manusia nampak adanya gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi realisme merupakan sintesis jasmani dan rohani, materi dan non materi.
Landasan Sosiologis Pendidikan
Sejalan dengan uraian di atas, landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada pola hubungan antara pribadi an antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan dama, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. (Usman dan Alfian, 1992:255). Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis.
Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Menurut Soepomo (Laboratorium IKIP MALANG, 1993) dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Sedangkan menurut Soeryanto Poespowardoyo (Oesman & Alfian, 1992) masyarakat integralistik mnempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi, namun juga merupakan relasi.
Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

Landasan Kultural Pendidikan
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi (Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk yang “belum selesai” dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi: (1) kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya, dan (2) kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial. Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial.
Dengan memperhatikan berbagai dimensi kebudayaan tersebut di atas dapat dikemukakan, bahwa landasan kultural pendidikan di Indonesia haruslah mampu memberi jawaban terhadap masalah berikut: (1) semangat kekeluargaan dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan pendidikan, (2) rule of law dalam masyarakat yang berbudasya kekeluargaan dan kebersamaan,(3) apa yang menjadi “etos” masyarakat Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta kebiasaan masyarakat Indonesia  yang menjadi “etos” sesuai dengan budaya Pancasila; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras tangguh bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, sehat jasmani dan rohani, dan (4) cara bagaimana masyarakat menafsirkan dirinya, sejarahnya, dan tujuan-tujuannya. Bagaimana tiap warga memandang dirinya dalam masyarakat yang integralistik, bagaimana perkembanga cara peningkatan hrkat dan martabat sebagai manusia, apa yang menjadi tujuan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Landasan Psikologis Pendidikan
Landasan psikologis mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik.
Hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik sejak proses terjadinya konsepsi sampai mati manusia akan mengalami perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun kejiwaannya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang terus-menerus. Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan, bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimiliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fiik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak yang non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada didalam kehidupan anak, yakni orang yang bergaul dengan anak, melakukan kegiatan bersama atau bekerja sama.
Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar pertumbuhan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu, diperlukan pngetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan.

Tiap-Tiap Anak Memiliki Sifat Kepribadian yang Unik
Anak didik merupakan pribadi yang sdang bertumbuh  dan berkembang. Apabia kita amati secara seksama, mungkin kita menghadapidua anak didik yang tidak sama benar. Di samping memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing punya sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh diri masing-masing. Diakatakan, bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya anak memiliki sifat-sifat khas yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain.
Keunikan sifat pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni: (1) keturunan/heredity, (2) lingkungan/environment, (3) diri/self.
Faktor Keturunan
Sejak terjadinya konsepsi, yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang merupakan potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) yang sukar berubah baik melalui usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu pengetahuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik, mental, maupun sifat kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok untuk dunia hewan. Namun demikian, dalam lingkungan kehidupan manusia biasanya potensi individu juga merupakan masalah penting. Sedang para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang dalam pertumbuhannya cenderung mengecilkan pengaruh pembawaan ini (naïve endowment). Mereka lebih menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang dapat bertumbuh secara sehat dengan penyesuaian hidup secara baik.
Faktor Lingkungan
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri dari lingkungan yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan ibu, anak mendapat pengaruh dari sekitarnya. Macam dan jumlah makanan yang diterimanya, keadaan panas lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan. Sama pentingnya dengan kondisi lingkungan anak yang berupa sikap, perilaku orang-orang di sekitar anak. Kebiasaan makan, berjalan, berpakaian, itu bukan pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh dan dipelajari anak dari lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk menyerap kebudayaan masyarakat dimana anak tinggal. Tidak saja makna hafiah kata yang terdapat dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam perbuatan.
Faktor Diri
Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan anak ialah faktor diri (self), yaitu faktor kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan itu terdiri dari perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap, dan anggapan yang semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila dapat dipahami diri seseorang, maka dapat dipahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup seseorang akan dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi tujuan orang itu dibalik perbuatan yang dilakukan. Seringkali kita menginterpretasikan pengaruh pembawaan dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor lain yang tidak kurang pentingnya bagi pertumbuhan anak, yaitu diri (self). Memang pengaruh pembawaan dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan dan saling melengkapi; tetapi masalah  pertumbuhan belum berakhir tanpa memperhitungkan peranan self, yakni bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dan lingkungannya. Di sinilah pemahaman tentang self atau pola hidup dapat membantu memahami seseorang. Self mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan. Contoh yang ekstrim ada anak yang cacat fisik, tetapi beberapa fungsinya tetap berdaya guna, sedang anak cacat yang lain menggunakan kecacatannya sebagai suatu alasan untuk ketidakmampuannya. Ini tidak lain karena pernana self. Self berinteraksi dengan pembawaan dan lingkungan yang membentuk pribadi seseorang.

Tiap Anak Memiliki Kecerdasan yang Berbeda-beda
Sebagaimana diterangkan di atas, sejak anak dilahirkan, mereka itu memiliki potensi yang berbeda-beda dan bervariasi. Pendidikan memberi hak  kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
Kalau kita perhatikan siswa-siswa, kita akan segera mengetahui bahwa mereka memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun mereka mempunyai usai kalender yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama. Dikatakan mereka memiliki usia kronologis yang sama, tetapi usia kecerdasan yang tidak sama. Jadi setiap anak memiliki indeks kecerdasan yang berbeda-beda. Indeks kecerdasan atau IQ diperoleh dari hasil membagi usia kecerdasan denga usia kalender (usia senyatanya) dikalikan 100. Baik usia kecerdasan maupun usia kronologis (usia senyatanya) dinyatakan dalam satuan bulan.



Contoh:
Seorang anak dengan usia kecerdasan 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan) diambil dari hasil tes intelegensi yang valid dan reliabel. Usia kronologisnya 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan), maka IQ anak tersebut 100. Untuk kepentingan praktis IQ normal ditentukan antara 90 – 10.
Dengan melihat indeks kecerdasan anak, kita dapat mengklasifikasi anak itu pada kecerdasan tertentu.

Klasifikasi Kecerdasan
IQ Klasifikasi
> 140 Genius
130 – 139 Sangat Pandai
120 – 129 Pandai
110 – 119 Di atas Normal
90 –109 Normal/Sedang
80 – 89 Di bawah Normal
70 – 79 Bodoh
50 – 69 Feeble Minded: Moron
< 49 Feeble Monded: Imbicile/Idiot

Anak golongan idiot mempunyai kemampuan mental yang paling rendah. Golongan ini tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya atau melayani kebutuhan dirinya sendiri. Umurnya biasanya tidak panjang dan hanya mampu menumbuhkan kemampuan mentalnya pada tingkat usia 4 tahun.
Golongan imbicile satu tingkat lebih baik daripada golongan idiot. Anak golongan imbicile dapat dilatih untuk melayani kebutuhan dirinya dan menguasai ketrampilan sederhana dengan bimbingan khusus. Anak golongan ini dapat mencapai usia dewasa, tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan lebih dari tingkatan usia 8 tahun. Sedangkan golongan moron mampu melayanai kebutuhan dirinya. Dengan pendidikan sekolah yang direncanakan dengan seksama, mereka dapat mempelajari hal-hal yang sederhana dan menguasai ketrampilan yang terbatas untuk lapangan pekerjaan yang sederhana. Usia mental golongan moron jarang sekali mencapai tingkat usia 12 tahun. Terbuka kemungkinan memasuki lapangan pekerjaan yang menguntungkan dirinya sendiri dan yang mengerjakannya. Golongan genius pada waktu sekarang lebih mendapat perhatian para ahli daripada sebelumnya. Kemampuan berpikir dan penalaran golongan pada tingkatan kemampuan mental yang tinggi, sehingga mampu melakukan kegiatan yang bersifat kreatif dan invertif. Anak-anak berbakat ini ditemukan ada pada semua bangsa dan pada semua tingkatan sosial ekonomi dan semua jenis (laki-laki atau perempuan). Berdasarkan data yang ada ternyata jumlah jenius laki-laki lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan penyelidikan Terman; anak-anak berbakat, kondisi fisiknya lebih baik dari yang normal, lebih kuat dan sehat dari umumnya anak-anak pada usia yang sama. Dalam hal penyesuaian sosial sama baiknya.

Tiap Tahap Pertumbuhan Mempunyai Ciri-ciri Tertentu
Karena tiap tahap pertumbuhan itu memiliki ciri-ciri tertentu hal ini dapat membantu pendidik untuk mengatur strategi pendidikan dengan kesiapan anak muda untuk menerima, memahami dan menguasai bahan pendidikan sesuai dengan kemampuan. Jadi strategi pendidikan untuk siwa Sekolah Taman Kanak-kanak akan berbeda dengan strategi yang diperuntukkan siswa Sekolah Dasar. Demikian juga dengan jenjang persekolahan yang lain.

Landasan Ilmiah dan Teknologi Pendidikan
Landasan ilmiah dan teknologi pendidikan mengandung makna norma dasar yang bersumber dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengikat dan mengharuskan pelaksana pendidikan untuk menerapkannya dalam usaha pendidikan. Norma dasarnya yang bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus mengandung ciri-ciri keilmuan yang hakiki (Lihat jurnal pendidikan, Mei 1989). (1) Ontologis, yakni adanya objek penalaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diamati dan diuji. (2) Epistomologis, yakni adanya cara untuk menelaah objek tersebut dengan metode ilmiah, dan (3) Aksiologis,  yakni adanya nilai kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan lahir batin.
Bagi pendidikan di Indonesia yang menjadi objek penalaran seluruh aspek kehidupan diklasifikasikan ke dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta agama. Yang dalam pengembangannya senantiasa harus dipedomi nilai-nilai Pancasila.
Demikian pula cara telaah objek penalaran aspek kehidupan tersebut selain memperhatikan segi ilmiahnya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Nilai kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya terkait dengan peningkatan kesejahteraan lahir batin, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing sebagai bangsa, serta tidak bertentangan dengan nilai agama dan budaya bangsa.
Manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi yang melandasi pendidikan harus mampu (1) memberikan kesejahteraan lahir dan batin setinggi-tingginya, (2) mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan zaman, (3) menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab, (4) memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa, (5) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (6) meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas sumber daya manusia.



ASAS-ASAS PENDIDIKAN
            Sebelum kita membicarakan tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Dalam masalah ini, berturut-turut akan kita bicarakan dua asas pendidikan yang berlaku di Indonesia: (1) asas Tut Wuri Handayani, dan (2) asas Belajar Sepanjang Hayat.

Asas Tut Wuri Handayani
Asas Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya (Hamzah, 1991:90). Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan. Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan nasional Indonesia (Jurnal Pendidikan, No. 2:24).
Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik (Karya Ki Hajar Dewantara, 1962:59). Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik. Menurut asas tut wuri handayani (1) pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan, (2) pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal. 13). Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan, (3) pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede), (4) pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak), dan (5) pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik.

Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan Indonesia bertujuan meningkatkan kecerdasan, harkat, dan martabat bangsa, mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri hingga mampu membangun diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, memenuhi kebutuhan pembangunan dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (GBHN, 1993:94). Gambaran tentang manusia Indonesia itu dilandasi pandangan yang menganggap manusia sebagai suatu keseluruhan yang utuh, atau manusia Indonesia seutuhnya, keseluruhan segi-segi kepribadiannya merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lain atau merupakan suatu kebulatan. Oleh karena itu, pengembangan segi-segi kepribadian melalui pendidikan dilaksanakan secara selaras, serasi, dan seimbang. Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh harus ada keseimbangan dan keterpaduan dalam pengembangannya.
Keseimbangan dan keterpaduan dapat dilihat dari segi: (1) jasmani dan rohani; jasmani meliputi: badan, indera, dan organ tubuh yang lain; sedangkan rohani meliputi: potensi pikiran, perasaan, daya cipta, karya, dan budi nurani, (2) material dan spiritual; material berkaitan dengan kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang memadai; sedangkan spiritual berkaitan dengan kebutuhan kesejahteraan dan kebahagiaan yang sedalam-dalamnya dalam kehidupan batiniah, (3) individual dan sosial; manusia mempunyai kebutuhan untuk memenuhi keinginan pribadi dan memenuhi tuntutan masyarakatnya, (4) dunia dan akhirat; manusia selalu mendambakan kebahagiaan  hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan keyakinan agam masing-masing, dan (5) spesialisasi dan generalisasi; manusia selalu mendambakan untuk memiliki kemampuan-kemampuan yang umumnya dimiliki orang lain, tetapi juga menginginkan kemampuan khusus bagi dirinya sendiri.
Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia: (1) mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya, (2) mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal, (3) mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka pengembasngan pribadi secara utuh menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan (4) mendpaat kesempatan mengembangkan diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.

PENERAPAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN
            Sebagaimana telah dibicarakan dalam bahasan terdahulu ada dua asas-asas utama yang menjadi acuan pelaksanaan pendidikan, yakni: (1) Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan (2) Asas Tut Wuri Handayani.
Untuk memberi gambaran bagaimana penerapan asas-asas tersebut di atas berturut-turut akan dibicarakan: (1) keadaan yang ditemui sekarang, (2) permasalahan yang ada, dan (3) pengembangan penerapan asas-asas pendidikan.

Keadaan yang Ditemui Sekarang
            Dalam kaitan asas belajar sepanjang hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang: (1) usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun ke tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi, (2) usaha pemerintah dalam pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga kependidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan tugsnya secara proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hasil pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru dilaksanakan baik didalam negeri maupun diluar negeri , (3) usaha pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan agar mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas melalui pendidikan, (4) usaha pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang semakin meningkat: ruang belajar, perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana pelatihan dan ketrampilan, sarana pendidikan jasmani, (5) pengadaan buku ajar yang diperuntukan bagi berbagai program pendidikan masyarakat yang bertujuan untuk: (a) meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan hidup bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar, (b) menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya, (7) usaha pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan dan ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi luhur, (8) usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota masyarakat untuk melakukan berbagai macam kegiatanolahraga untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga, (9) usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi, ketrampilan serta ketahanan mental.
Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah secara lintas sektoral telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan asas pendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan prasarana, kesempatan serta sumber daya manusia yang menunjang.
Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni (1) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di sema jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, (2) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya, (3) peserta didik memiliki kecerdasan yang luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya, (4) peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri, (5) peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (Jurnal Pendidikan,1989)

Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan

Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak harus dipertimbangkan dengan kebijaksanaan pemerataan pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan bertujuan membangun sumber daya manusia yang mutunya sejajar dengan mutu sumber daya manusia negara lain.
Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, antara lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, (2) Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Pengembangan kurikulum dan isi pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta pengembangan nilai-nilai budaya bangsa, (4) Pengembangan buku ajar sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan budaya bangsa.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam menghadapi masalah peningkatan sumber daya manusia sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah telah dan sedang mengupayakan peningkatan: mutu guru dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana pendidikan, mutu kurikulum dan isi kurikulum sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan nilai-nilai budaya bangsa.

Masalah Peningkatan Relevansi Pendidikan

            Kebijaksanaan peningkatan relevansi pendidikan mengacu pada keterkaitannya dengan: ke-bhineka tunggal ika-an masyarakat, letak geografi Indonesia yang luas, dan pembangunan manusia Indonesia yang multidimensional.
Pemerintah telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien (1) meningkatkan kemudahan dalam komunikasi informasi antara pusat–daerah, daerah–daerah, agar arus komunikasi informasi pembaharuan pendidikan berjalan lancar, (2) desiminasi–inovasi pendidikan: kelembagaan’ sumber daya manusia, sarana dan prasarana, proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara terpadu, dan (3) peningkatan kegiatan penelitian untuk memberi masukan dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai upaya (1) usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam, (2) usaha pemanfaatan hasil penelitian pendidikan bagi peningkatan kualitas kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan (3) usaha pengadaan ruang belajar, ruang khusus (bengkel kerja, konseling, pertemuan, dan sebagainya) yang menunjang kegiatan pembelajaran.

TUGAS I

  1. Diskusikan dengan teman saudara dalam kelompok kecil mengenai perbedaan dan persamaan aliran filsafat yang menjadi landasan pendidikan dalam  praktik pendidikan antara:
1.1.  Aliran Materialisme dan Aliran Realisme
1.2.  Aliran Idealisme dan Aliran Realisme
  1. Diskusikan dengan teman saudara dalam kelompok kecil mengenai persamaan dan perbedaan norma hidup bermasyarakat antara:
2.1.  Paham Individualisme dan Integralistik
2.2.  Paham Kolektivisme dan Integralistik
  1. Diskusikan dengan teman saudara dalam kelompok kecil mengenai:
3.1.  Bberapa contoh ciri penting “etos” Manusia Indonesia Seutuhnya terhadap waktu
3.2.  Beberapa contoh ciri penting “etos” Manusia Indonesia Seutuhnya terhadap kerja

http://superthowi.wordpress.com/2012/08/14/landasan-azas-azas-pendidikan-dan-penerapannya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar