LANDASAN, AZAS-AZAS PENDIDIKAN
DAN PENERAPANNYA
Tujuan Khusus Pengajaran (TKP)
Setelah mempelajari Bab IV anda diharapkan:
- Dapat menjelaskan 3 penggolongan aliran filsafat utama yang menjadi landasan filosofis pendidikan;
- Dapat menjelaskan 3 macam penggolongan kehidupan bermasyarakat yang dapat dijadikan landasan sosiologis pendidikan;
- Dapat menjelaskan pengertian kebudayaan dari berbagai dimensi;
- Dapat menjelaskan hukum-hukum dasar peserta didik;
- Dapat menjelaskan pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pendidikan;
- Dapat menjelaskan pengertian belajar seumur hidup;
- Dapat menjelaskan alasan belajar seumur hidup;
- Dapat menjelaskan lembaga penanggung jawab belajar seumur hidup;
- Dapat menjelaskan asas Tut Wuri Handayani;
- Dapat menerapkan asas Tut Wuri Handayani dalam pendidikan;
- Dapat menerapkan masing-masing landasan dan asas dalam praktik pendidikan;
- Dapat memberi contoh penerapan asas Tut Wuri Handayani dalam kaitan pendidikan;
12.1. Pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan yang luar biasa;
12.2. Pendidikan bagi peserta didik yang memiliki penyimpangan fisik dan mental;
- Dapat memberi contoh penerapan asas Tut Wuri Handayani dalam kaitan pendidikan;
13.1. Pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil;
13.2. Pendidikan bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu;
- Dapat memberi contoh usaha perangkat pemerintah non departemen pendidikan dan kebudayaan:
14.1. Dalam meningkatkan kemampuan dasar yang memadai bagi peserta didik agar mampu menjadi seorang insan yang mandiri;
14.2. Dalam meningkatkan sumber penghasilan keluarga dan hidup bermasyarakat secara berbudaya;
- Dapat memecahkan permasalahan yang menjadi kendala pencapaian tujuan pendidikan;
- Dapat menjelaskan pemecahan masalah berdasarkan nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
LANDASAN PENDIDIKAN
Sebelum kita membicarakan tentang landasan-landasan pendidikan yang
dianut oleh suatu bangsa, maka terlebih dahulu kita harus mempunyai
kesatuan pendapat tentang arti landasan pendidikan. Landasan pendidikan
merupakan norma dasar pendidikan yang bersifat imperatif; artinya
mengikat dan mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pendidikan untuk setia melaksanakan dan mengembangkan berdasarkan
landasan pendidikan yang dianut.
Umumnya ada lima landasan pendidikan utama yang menjadi norma dasar
pendidikan, yakni: (1) Landasan Filosofis Pendidikan, (2) Landasan
Sosiologis Pendidikan, (3) Landasan Kultural Pendidikan, (4) Landasan
Psikologis Pendidikan, (5) Landasan Ilmiah dan Teknologi.
Landasan Filosofis Pendidikan
Ada aliran utama filsafat di dunia sampai sekarang (Laboratorium Pancasila IKIP MALANG, hal.14):
Materialisme: mengajarkan bahwa hakikat
realitas semesta, termasuk mahluk hidup, manusia, hakikatnya ialah
materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi dan terikat oleh hukum
alat: sebab akibat yang bersifat obyektif.
Idealisme/Spiritualisme: mengajarkan bahwa ide atau
spirit manusia
yang menentukan hidup dan pengertian manusia, subyek manusia sadar atas
realitas dirinya dan semesta, karena ada akal budi dan kesadaran
rohani. Hakikat diri adalah akal dan budi (ide,
spirit).
Realisme: mengajarkan bahwa materialisme dan idealisme tidak sesuai dengan kenyataan: tidak realistis.
Realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukan materi semata-mata.
Realita adalah perpaduan materi dan non materi (spiritual, ide, rohani);
terutama pada manusia nampak adanya gejala daya pikir, cipta, dan budi.
Jadi realisme merupakan sintesis jasmani dan rohani, materi dan non
materi.
Landasan Sosiologis Pendidikan
Sejalan dengan uraian di atas, landasan sosiologis mengandung norma
dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat yang
dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat suatu
bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada pola hubungan antara
pribadi an antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya
kehidupan bermasyarakat yang rukun dan dama, terciptalah nilai-nilai
sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang
mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing
anggota masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut
oleh pengikutnya: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3)
paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka
dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut
keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang
lain. (Usman dan Alfian, 1992:255). Dampak individualisme menimbulkan
cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan
masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai
pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain
saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang
dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis.
Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang
memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan
anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi
masyarakatnya.
Menurut Soepomo (Laboratorium IKIP MALANG, 1993) dalam masyarakat
yang menganut paham integralistik; masing-masing anggota masyarakat
saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan
masyarakat. Sedangkan menurut Soeryanto Poespowardoyo (Oesman &
Alfian, 1992) masyarakat integralistik mnempatkan manusia tidak secara
individualis melainkan dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi,
namun juga merupakan relasi.
Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham
integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1)
kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat,
(2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara
melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak
dan kewajiban.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan
kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur
masyarakatnya.
Landasan Kultural Pendidikan
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang
bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa.
Untuk memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan
perhatian kita pada berbagai dimensi (Sastrapratedja, 1992:145):
kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk yang
“belum selesai” dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait
dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi: (1) kebudayaan
dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya,
dan (2) kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem
sosial. Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial
dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga
dikondisikan oleh sistem sosial.
Dengan memperhatikan berbagai dimensi kebudayaan tersebut di atas
dapat dikemukakan, bahwa landasan kultural pendidikan di Indonesia
haruslah mampu memberi jawaban terhadap masalah berikut: (1) semangat
kekeluargaan dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
pendidikan, (2)
rule of law dalam masyarakat yang berbudasya
kekeluargaan dan kebersamaan,(3) apa yang menjadi “etos” masyarakat
Indonesia dalam kaitan waktu, alam, dan kerja, serta kebiasaan
masyarakat Indonesia yang menjadi “etos” sesuai dengan budaya
Pancasila; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras tangguh
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil, sehat jasmani dan
rohani, dan (4) cara bagaimana masyarakat menafsirkan dirinya,
sejarahnya, dan tujuan-tujuannya. Bagaimana tiap warga memandang dirinya
dalam masyarakat yang integralistik, bagaimana perkembanga cara
peningkatan hrkat dan martabat sebagai manusia, apa yang menjadi tujuan
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Landasan Psikologis Pendidikan
Landasan psikologis mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik.
Hukum-hukum dasar perkembangan peserta didik sejak proses terjadinya
konsepsi sampai mati manusia akan mengalami perubahan karena bertumbuh
dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun kejiwaannya.
Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang
terus-menerus. Proses perubahan itu terjadi secara teratur dan terarah,
yaitu ke arah kemajuan, bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan
pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang
dimiliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi
kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi.
Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu dimaksudkan agar orang
didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Lingkungan manusia terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Lingkungan fiik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak
yang non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang
ada didalam kehidupan anak, yakni orang yang bergaul dengan anak,
melakukan kegiatan bersama atau bekerja sama.
Tugas pendidikan yang terutama adalah memberikan bimbingan agar
pertumbuhan anak dapat berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena
itu, diperlukan pngetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan
kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil
guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan
dalam membimbing anak dalam proses pendidikan.
Tiap-Tiap Anak Memiliki Sifat Kepribadian yang Unik
Anak didik merupakan pribadi yang sdang bertumbuh dan berkembang.
Apabia kita amati secara seksama, mungkin kita menghadapidua anak didik
yang tidak sama benar. Di samping memiliki kesamaan-kesamaan, tentu
masing-masing punya sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh diri
masing-masing. Diakatakan, bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat
kepribadian yang unik; artinya anak memiliki sifat-sifat khas yang
dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak oleh anak lain.
Keunikan sifat pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni: (1) keturunan/
heredity, (2) lingkungan/
environment, (3) diri/
self.
Faktor Keturunan
Sejak terjadinya konsepsi, yakni proses pembuahan sel telur oleh sel
jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang
tuanya yang merupakan potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif
sudah terbentuk (
fixed) yang sukar berubah baik melalui usaha
kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu
pengetahuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya faktor keturunan
ini bagi pertumbuhan fisik, mental, maupun sifat kepribadian yang
diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok untuk dunia hewan.
Namun demikian, dalam lingkungan kehidupan manusia biasanya potensi
individu juga merupakan masalah penting. Sedang para ahli ilmu jiwa yang
menekankan pentingnya lingkungan seseorang dalam pertumbuhannya
cenderung mengecilkan pengaruh pembawaan ini (
naïve endowment).
Mereka lebih menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna
pengalaman sosial dan edukasional agar seseorang dapat bertumbuh secara
sehat dengan penyesuaian hidup secara baik.
Faktor Lingkungan
Sebagaimana diterangkan di muka, lingkungan kehidupan itu terdiri
dari lingkungan yang bersifat sosial dan fisik. Sejak anak dilahirkan
bahkan ketika masih dalam kandungan ibu, anak mendapat pengaruh dari
sekitarnya. Macam dan jumlah makanan yang diterimanya, keadaan panas
lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu
pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan. Sama pentingnya dengan
kondisi lingkungan anak yang berupa sikap, perilaku orang-orang di
sekitar anak. Kebiasaan makan, berjalan, berpakaian, itu bukan
pembawaan, melainkan hal-hal yang diperoleh dan dipelajari anak dari
lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting
untuk menyerap kebudayaan masyarakat dimana anak tinggal. Tidak saja
makna hafiah kata yang terdapat dalam bahasa itu melainkan juga asosiasi
perasaan yang menyertai kata dalam perbuatan.
Faktor Diri
Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan anak ialah faktor diri (
self),
yaitu faktor kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan itu terdiri dari
perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap, dan
anggapan yang semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang
tindakan sehari-hari. Apabila dapat dipahami diri seseorang, maka dapat
dipahami pola kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup
seseorang akan dapat membantu kita untuk memahami apa yang menjadi
tujuan orang itu dibalik perbuatan yang dilakukan. Seringkali kita
menginterpretasikan pengaruh pembawaan dan lingkungan secara mekanis
tanpa memperhitungkan faktor lain yang tidak kurang pentingnya bagi
pertumbuhan anak, yaitu diri (
self). Memang pengaruh pembawaan
dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan dan saling
melengkapi; tetapi masalah pertumbuhan belum berakhir tanpa
memperhitungkan peranan
self, yakni bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dan lingkungannya. Di sinilah pemahaman tentang
self atau pola hidup dapat membantu memahami seseorang.
Self mempunyai
pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya daya pembawaan
dan kuatnya daya lingkungan. Contoh yang ekstrim ada anak yang cacat
fisik, tetapi beberapa fungsinya tetap berdaya guna, sedang anak cacat
yang lain menggunakan kecacatannya sebagai suatu alasan untuk
ketidakmampuannya. Ini tidak lain karena pernana
self.
Self berinteraksi dengan pembawaan dan lingkungan yang membentuk pribadi seseorang.
Tiap Anak Memiliki Kecerdasan yang Berbeda-beda
Sebagaimana diterangkan di atas, sejak anak dilahirkan, mereka itu
memiliki potensi yang berbeda-beda dan bervariasi. Pendidikan memberi
hak kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
Kalau kita perhatikan siswa-siswa, kita akan segera mengetahui bahwa
mereka memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun mereka mempunyai
usai kalender yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama.
Dikatakan mereka memiliki usia kronologis yang sama, tetapi usia
kecerdasan yang tidak sama. Jadi setiap anak memiliki indeks kecerdasan
yang berbeda-beda. Indeks kecerdasan atau IQ diperoleh dari hasil
membagi usia kecerdasan denga usia kalender (usia senyatanya) dikalikan
100. Baik usia kecerdasan maupun usia kronologis (usia senyatanya)
dinyatakan dalam satuan bulan.
Contoh:
Seorang anak dengan usia kecerdasan 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan)
diambil dari hasil tes intelegensi yang valid dan reliabel. Usia
kronologisnya 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan), maka IQ anak tersebut
100. Untuk kepentingan praktis IQ normal ditentukan antara 90 – 10.
Dengan melihat indeks kecerdasan anak, kita dapat mengklasifikasi anak itu pada kecerdasan tertentu.
Klasifikasi Kecerdasan
IQ |
Klasifikasi |
> 140 |
Genius |
130 – 139 |
Sangat Pandai |
120 – 129 |
Pandai |
110 – 119 |
Di atas Normal |
90 –109 |
Normal/Sedang |
80 – 89 |
Di bawah Normal |
70 – 79 |
Bodoh |
50 – 69 |
Feeble Minded: Moron |
< 49 |
Feeble Monded: Imbicile/Idiot |
Anak golongan
idiot mempunyai kemampuan mental yang paling
rendah. Golongan ini tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya atau
melayani kebutuhan dirinya sendiri. Umurnya biasanya tidak panjang dan
hanya mampu menumbuhkan kemampuan mentalnya pada tingkat usia 4 tahun.
Golongan
imbicile satu tingkat lebih baik daripada golongan
idiot. Anak golongan
imbicile
dapat dilatih untuk melayani kebutuhan dirinya dan menguasai
ketrampilan sederhana dengan bimbingan khusus. Anak golongan ini dapat
mencapai usia dewasa, tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan
lebih dari tingkatan usia 8 tahun. Sedangkan golongan
moron
mampu melayanai kebutuhan dirinya. Dengan pendidikan sekolah yang
direncanakan dengan seksama, mereka dapat mempelajari hal-hal yang
sederhana dan menguasai ketrampilan yang terbatas untuk lapangan
pekerjaan yang sederhana. Usia mental golongan
moron jarang
sekali mencapai tingkat usia 12 tahun. Terbuka kemungkinan memasuki
lapangan pekerjaan yang menguntungkan dirinya sendiri dan yang
mengerjakannya. Golongan genius pada waktu sekarang lebih mendapat
perhatian para ahli daripada sebelumnya. Kemampuan berpikir dan
penalaran golongan pada tingkatan kemampuan mental yang tinggi, sehingga
mampu melakukan kegiatan yang bersifat kreatif dan invertif. Anak-anak
berbakat ini ditemukan ada pada semua bangsa dan pada semua tingkatan
sosial ekonomi dan semua jenis (laki-laki atau perempuan). Berdasarkan
data yang ada ternyata jumlah jenius laki-laki lebih banyak dari
perempuan. Berdasarkan penyelidikan Terman; anak-anak berbakat, kondisi
fisiknya lebih baik dari yang normal, lebih kuat dan sehat dari umumnya
anak-anak pada usia yang sama. Dalam hal penyesuaian sosial sama
baiknya.
Tiap Tahap Pertumbuhan Mempunyai Ciri-ciri Tertentu
Karena tiap tahap pertumbuhan itu memiliki ciri-ciri tertentu hal ini
dapat membantu pendidik untuk mengatur strategi pendidikan dengan
kesiapan anak muda untuk menerima, memahami dan menguasai bahan
pendidikan sesuai dengan kemampuan. Jadi strategi pendidikan untuk siwa
Sekolah Taman Kanak-kanak akan berbeda dengan strategi yang
diperuntukkan siswa Sekolah Dasar. Demikian juga dengan jenjang
persekolahan yang lain.
Landasan Ilmiah dan Teknologi Pendidikan
Landasan ilmiah dan teknologi pendidikan mengandung makna norma dasar
yang bersumber dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mengikat dan mengharuskan pelaksana pendidikan untuk menerapkannya dalam
usaha pendidikan. Norma dasarnya yang bersumber dari ilmu pengetahuan
dan teknologi itu harus mengandung ciri-ciri keilmuan yang hakiki (Lihat
jurnal pendidikan, Mei 1989). (1) Ontologis, yakni adanya objek
penalaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diamati dan
diuji. (2) Epistomologis, yakni adanya cara untuk menelaah objek
tersebut dengan metode ilmiah, dan (3) Aksiologis, yakni adanya nilai
kegunaan bagi kepentingan dan kesejahteraan lahir batin.
Bagi pendidikan di Indonesia yang menjadi objek penalaran seluruh
aspek kehidupan diklasifikasikan ke dalam bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta agama. Yang
dalam pengembangannya senantiasa harus dipedomi nilai-nilai Pancasila.
Demikian pula cara telaah objek penalaran aspek kehidupan tersebut
selain memperhatikan segi ilmiahnya tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila.
Nilai kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya terkait
dengan peningkatan kesejahteraan lahir batin, kemajuan peradaban, serta
ketangguhan dan daya saing sebagai bangsa, serta tidak bertentangan
dengan nilai agama dan budaya bangsa.
Manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi yang melandasi pendidikan
harus mampu (1) memberikan kesejahteraan lahir dan batin
setinggi-tingginya, (2) mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai
tuntutan zaman, (3) menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab, (4)
memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa, (5)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (6) meningkatkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas sumber daya manusia.
ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Sebelum kita membicarakan tentang
asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita
memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan
memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan.
Dalam masalah ini, berturut-turut akan kita bicarakan dua asas pendidikan yang berlaku di Indonesia: (1) asas
Tut Wuri Handayani, dan (2) asas Belajar Sepanjang Hayat.
Asas Tut Wuri Handayani
Asas
Tut Wuri Handayani merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional.
Tut Wuri Handayani mengandung
arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang
dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak
mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik
membantunya (Hamzah, 1991:90). Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar
Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan. Dalam
era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu
asas pendidikan nasional Indonesia (Jurnal Pendidikan, No. 2:24).
Asas
Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk
melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat
kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik (Karya Ki Hajar
Dewantara, 1962:59). Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki
Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan
membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin
yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap
kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik. Menurut asas
tut wuri handayani (1) pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan, (2) pendidikan adalah
penggulowenthah yang mengandung makna:
momong, among, ngemong (Karya Ki Hajar Dewantara, hal. 13).
Among
mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar
anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat.
Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya.
Ngemong
berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan
memberi bantuan pada saat anak membutuhkan, (3) pendidikan menciptakan
tertib dan damai (
orde en vrede), (4) pendidikan tidak
ngujo
(memanjakan anak), dan (5) pendidikan menciptakan iklim, tidak
terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di atas kaki sendiri
(mandiri dalam diri anak didik.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan Indonesia bertujuan meningkatkan kecerdasan, harkat, dan
martabat bangsa, mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri hingga mampu membangun
diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, memenuhi kebutuhan
pembangunan dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (GBHN,
1993:94). Gambaran tentang manusia Indonesia itu dilandasi pandangan
yang menganggap manusia sebagai suatu keseluruhan yang utuh, atau
manusia Indonesia seutuhnya, keseluruhan segi-segi kepribadiannya
merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lain atau
merupakan suatu kebulatan. Oleh karena itu, pengembangan segi-segi
kepribadian melalui pendidikan dilaksanakan secara selaras, serasi, dan
seimbang. Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh harus ada
keseimbangan dan keterpaduan dalam pengembangannya.
Keseimbangan dan keterpaduan dapat dilihat dari segi: (1) jasmani dan
rohani; jasmani meliputi: badan, indera, dan organ tubuh yang lain;
sedangkan rohani meliputi: potensi pikiran, perasaan, daya cipta, karya,
dan budi nurani, (2) material dan spiritual; material berkaitan dengan
kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang memadai; sedangkan spiritual
berkaitan dengan kebutuhan kesejahteraan dan kebahagiaan yang
sedalam-dalamnya dalam kehidupan batiniah, (3) individual dan sosial;
manusia mempunyai kebutuhan untuk memenuhi keinginan pribadi dan
memenuhi tuntutan masyarakatnya, (4) dunia dan akhirat; manusia selalu
mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan
keyakinan agam masing-masing, dan (5) spesialisasi dan generalisasi;
manusia selalu mendambakan untuk memiliki kemampuan-kemampuan yang
umumnya dimiliki orang lain, tetapi juga menginginkan kemampuan khusus
bagi dirinya sendiri.
Untuk mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran
manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila,
Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang
hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia: (1) mendapat kesempatan
untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya,
(2) mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga
pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan
dapat bersifat formal, informal, non formal, (3) mendapat kesempatan
mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan
dalam rangka pengembasngan pribadi secara utuh menuju profil Manusia
Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945; dan (4) mendpaat kesempatan mengembangkan diri melalui proses
pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana
tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989.
PENERAPAN ASAS-ASAS PENDIDIKAN
Sebagaimana telah dibicarakan dalam
bahasan terdahulu ada dua asas-asas utama yang menjadi acuan pelaksanaan
pendidikan, yakni: (1) Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan (2) Asas
Tut Wuri Handayani.
Untuk memberi gambaran bagaimana penerapan asas-asas tersebut di atas
berturut-turut akan dibicarakan: (1) keadaan yang ditemui sekarang, (2)
permasalahan yang ada, dan (3) pengembangan penerapan asas-asas
pendidikan.
Keadaan yang Ditemui Sekarang
Dalam kaitan asas belajar sepanjang
hayat, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang: (1)
usaha pemerintah memperluas kesempatan belajar telah mengalami
peningkatan. Terbukti dengan semakin banyaknya peserta didik dari tahun
ke tahun yang dapat ditampung baik dalam lembaga pendidikan formal, non
formal, dan informal; berbagai jenis pendidikan; dan berbagai jenjang
pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi, (2) usaha pemerintah dalam
pengadaan dan pembinaan guru dan tenaga kependidikan pada semua jalur,
jenis, dan jenjang agar mereka dapat melaksanakan tugsnya secara
proporsional. Dan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hasil
pendidikan di seluruh tanah air. Pembinaan guru dan tenaga guru
dilaksanakan baik didalam negeri maupun diluar negeri , (3) usaha
pembaharuan kurikulum dan pengembangan kurikulum dan isi pendidikan agar
mampu memenuhi tantangan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas melalui pendidikan, (4) usaha pengadaan dan pengembangan
sarana dan prasarana yang semakin meningkat: ruang belajar,
perpustakaan, media pengajaran, bengkel kerja, sarana pelatihan dan
ketrampilan, sarana pendidikan jasmani, (5) pengadaan buku ajar yang
diperuntukan bagi berbagai program pendidikan masyarakat yang bertujuan
untuk: (a) meningkatkan sumber penghasilan keluarga secara layak dan
hidup bermasyarakat secara berbudaya melalui berbagai cara belajar, (b)
menunjang tercapainya tujuan pendidikan manusia seutuhnya, (7) usaha
pengadaan berbagai program pembinaan generasi muda: kepemimpinan dan
ketrampilan, kesegaran jasmani dan daya kreasi, sikap patriotisme dan
idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara, kepribadian dan budi
luhur, (8) usaha pengadaan berbagai program pembinaan keolahragaan
dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anggota
masyarakat untuk melakukan berbagai macam kegiatanolahraga untuk
meningkatkan kesehatan dan kebugaran serta prestasi di bidang olahraga,
(9) usaha pengadaan berbagai program peningkatan peran wanita dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan keluarga
sehat, sejahtera dan bahagia; peningkatan ilmu pngetahuan dan teknologi,
ketrampilan serta ketahanan mental.
Sesuai dengan uraian di atas, maka secara singkat pemerintah secara
lintas sektoral telah mengupayakan usaha-usaha untuk menjawab tantangan
asas pendidikan sepanjang hayat dengan cara pengadaan sarana dan
prasarana, kesempatan serta sumber daya manusia yang menunjang.
Dalam kaitan penerapan asas
Tut Wuri Handayani, dapat
dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni (1) peserta
didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang
diminatinya di sema jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan
oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat. Peserta
didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, (2) peserta didik
mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya
agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang
tertentu yang diinginkannya, (3) peserta didik memiliki kecerdasan yang
luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan
ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya, (4) peserta didik
yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat
yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri, (5)
peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang
memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri, yang
beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh diatas normal (Jurnal
Pendidikan
,1989)
Masalah Peningkatan Mutu Pendidikan
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak harus dipertimbangkan
dengan kebijaksanaan pemerataan pendidikan. Karena peningkatan kualitas
pendidikan harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Pendidikan bertujuan membangun sumber daya manusia yang mutunya sejajar
dengan mutu sumber daya manusia negara lain.
Pemerintah mengusahakan berbagai cara dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan, antara lain: (1) Pembinaan guru dan tenaga pendidikan di
semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan, (2) Pengembangan sarana dan prasarana sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Pengembangan kurikulum dan isi
pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta
pengembangan nilai-nilai budaya bangsa, (4) Pengembangan buku ajar
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan budaya bangsa.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam
menghadapi masalah peningkatan sumber daya manusia sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah telah dan sedang mengupayakan
peningkatan: mutu guru dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan
prasarana pendidikan, mutu kurikulum dan isi kurikulum sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan
nilai-nilai budaya bangsa.
Masalah Peningkatan Relevansi Pendidikan
Kebijaksanaan peningkatan relevansi pendidikan
mengacu pada keterkaitannya dengan: ke-bhineka tunggal ika-an
masyarakat, letak geografi Indonesia yang luas, dan pembangunan manusia
Indonesia yang multidimensional.
Pemerintah telah dan sedang mengusahakan peningkatan relevansi
penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien (1) meningkatkan
kemudahan dalam komunikasi informasi antara pusat–daerah, daerah–daerah,
agar arus komunikasi informasi pembaharuan pendidikan berjalan lancar,
(2) desiminasi–inovasi pendidikan: kelembagaan’ sumber daya manusia,
sarana dan prasarana, proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara
terpadu, dan (3) peningkatan kegiatan penelitian untuk memberi masukan
dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan.
Sesuai dengan uraian diatas secara singkat dapat dikemukakan: dalam
upaya meningkatkan relevansi pendidikan, pemerintah melakukan berbagai
upaya (1) usaha menemukan cara baru dan pemanfaatan teknologi pendidikan
untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang beragam, (2) usaha
pemanfaatan hasil penelitian pendidikan bagi peningkatan kualitas
kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan (3)
usaha pengadaan ruang belajar, ruang khusus (bengkel kerja, konseling,
pertemuan, dan sebagainya) yang menunjang kegiatan pembelajaran.
TUGAS I
- Diskusikan dengan teman saudara dalam kelompok kecil mengenai
perbedaan dan persamaan aliran filsafat yang menjadi landasan pendidikan
dalam praktik pendidikan antara:
1.1. Aliran Materialisme dan Aliran Realisme
1.2. Aliran Idealisme dan Aliran Realisme
- Diskusikan dengan teman saudara dalam kelompok kecil mengenai persamaan dan perbedaan norma hidup bermasyarakat antara:
2.1. Paham Individualisme dan Integralistik
2.2. Paham Kolektivisme dan Integralistik
- Diskusikan dengan teman saudara dalam kelompok kecil mengenai:
3.1. Bberapa contoh ciri penting “etos” Manusia Indonesia Seutuhnya terhadap waktu
3.2. Beberapa contoh ciri penting “etos” Manusia Indonesia Seutuhnya terhadap kerja
http://superthowi.wordpress.com/2012/08/14/landasan-azas-azas-pendidikan-dan-penerapannya/